Minggu, 03 Oktober 2010

Sedekah Si Kaya, Semangat Si Miskin

Oleh: Hamba Allah

Siapa sangka, saat kita bisa tidur nyenyak di atas kasur empuk dan perut penuh dengan masakan lezat, ternyata tak jauh dari rumah kita, seorang ibu tengah sibuk menidurkan anaknya yang menangis kelaparan, sembari menunggu sang suami yang tak kunjung pulang karena masih berkeliling menjajakan dagangannya yang masih utuh.

Kita akan merasa sangat malu apabila mengingat kisah Khalifah Umar bin Khattab. Pada suatu malam, beliau berkeliling memeriksa keadaan warganya satu persatu. Beliau menjumpai satu rumah yang masih terdengar suara menandakan penghuninya belum tidur. Tidak disangka, ternyata ada beberapa anak merengek kelaparan sedang ibunya sibuk memasak batu untuk mengelabuhi anak-anaknya, berharap mereka tenang dan tertidur meski dalam keadaan lapar.

Terkejut bukan kepalang Umar melihat kenyataan tersebut. Tanpa pikir panjang beliau pun segera menuju Baitul Mal mengambil sekarung gandum dan memikul karung tersebut sendirian. Tak terkira betapa besar penyesalan beliau melihat kenyataan demikian. Dengan dipenuhi rasa bersalah beliau pun mengantarkan dan memberikan gandum tersebut kepada ibu tersebut. Beliau sangat khawatir kalau sampai beliau menzalimi rakyatnya hingga kelak harus bertanggung jawab di hadapan Allah pada hari akhirat. Sebuah pertanggungjawaban yang sangat berat.

Pada zaman ini, hal demikian seakan sudah luput dari perhatian kita. Sikap peduli sesama. Hubungan yang harmonis antara si kaya dan si miskin. Semua hilang digantikan dengan keegoisan masing-masing. Prasangka-prasangka buruk telah menghiasi keseharian kita. Si kaya membuang muka dari si miskin. Menganggapnya tak mau berusaha. Karenanya si miskin terkadang menjadi aproiri kepada orang kaya. Dia menolak dan merasa harga dirinya terinjak-injak bila harus menghadapi si kaya untuk meminjam sepeser uang guna memenuhi kebutuhan mereka yang mendesak. Terciptalah anggapan bahwa lebih baik mati kelaparan daripada harus menginjakkan kaki di rumah si kaya.

Atau fenomena lainnya, si miskin tak mau lagi berusaha dan tampil memelas agar dikasihani. Si kaya yang baik hati dan ikhlas ingin membantu ternyata justru dimanfaatkan, bahkan ada pihak-pihak yang menipunya dikarenakan kebaikannya. Walhasil, bisa jadi kebaikan yang ada tadi berganti dengan rasa dengki. Kecewa karena i’tikad baiknya dimanfaatkan secara keliru.

Melihat beberapa kejadian di atas yang mungkin pernah kita alami, hati kita menjadi sangsi. Tak salah bila pemerintah pada bulan Januari kemarin mengeluarkan peraturan yang akan menindak pengemis dan juga orang yang memberinya uang. ”Apa yang salah dengan syariat sedekah?,” pertanyaan itu menyeruak di benak kita.

Yang salah bukan syariatnya. Tetapi subjek maupun objek yang melakukannya yang tidak memahami spirit sedekah dengan benar. Lihatlah betapa Rasulullah menghargai orang-orang yang bersedekah. Begitu banyak nash-nash motivator untuk bersedekah. Dengan harapan orang-orang menjadi giat bersedekah. Sedekah menjadi bagian tak terpisahkan dari keseharian mereka. Sebagaimana Abu Bakar yang menyedekahkan semua hartanya tanpa menyisakan sedikitpun, “Cukup Allah dan Rasul-Nya bagi keluargaku” demikian ujarnya ketika Rasulullah menanyakan perihal keluarganya. Sehingga orang yang keadaan ekonominya pas-pasan pun termotivasi untuk menyedekahkan hartanya walaupun sedikit. Orang miskin berlomba-lomba dengan giat berusaha agar bisa menyisihkan hartanya untuk di sedekahkan. Begitu mulianya orang yang bersedekah.

Sejatinya, sedekah bisa menjadi program penstabilan ekonomi masyarakat. Kesejahteraan sosial yang merata bisa terwujud bila program sedekah ini menjadi agenda yang tidak lepas dari keseharian setiap orang. Tidak ada lagi berita yang mengabarkan seorang nenek tua mati kelaparan di gubuknya, padahal tak jauh dari gubuknya sebuah perumahan mewah berdiri menjulang. Tidak ada lagi kisah tentang bayi yang dibuang orang tuanya di tempat pembuangan sampah, karena merasa tak sanggup lagi membiayai hidup. Yang kaya peduli dengan si miskin. Yang miskin merasa di perhatikan dan menghormati si kaya.

Sedekah memang ajaib. Sedekah memiliki berbagai macam faedah yang kadang tidak terpikirkan oleh kita. Si kaya melapangkan hati untuk mengikhlaskan sedikit hartanya untuk disisihkan. Si miskin harus mawas diri dan berusaha supaya kelak bisa menjadi si “tangan di atas”. Sedekah dengan spirit yang tepat menjadi solusi dari itu semua. Menghancurkan benteng yang memisahkan antara dua golongan. Melembutkan hati si kaya dan menghilangkan prasangka si miskin. Memperbaiki kesenjangan sosial yang ada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar