Kamis, 07 Oktober 2010

Awalnya Dari Keterpaksaan

Oleh: Hamba Allah

Logika duniawi, memang tidak "sampai" untuk memahami matematika sedekah. Demikian pula saya. Saat disuruh bersedekah begitu saja, hati saya langsung terasa berat. Apalagi mengingat kondisi finansial yang tengah  meredup. Masak malah disuruh berderma?

Ini kejadian waktu saya memutuskan ikut kegiatan pengajian Ustadz Yusuf Mansyur. Kalau tidak salah temanya waktu itu adalah "Kaya dalam 40 Hari". Ketika acara akan dimulai, saya sengaja mengambil duduk di bagian depan. Saya mengeluarkan hape dengan maksud akan merekam isi tausyahnya. Kebetulan Ustadz Yusuf Mansyur datang melintas, dan begitu melihat hape saya ia pun langsung menyeletuk, "Wah, itu komunikatornya disedekahkan saja". Wah saya kaget, gimana ustadz ini, wong hapenya buat merekam, bukan buat disedekahin. Selama ceramahnya, beberapa kali sang ustadz meminta hal yang sama. Tapi saya bergeming, tidak tergoda.

Sampai akhirnya, di peghujung pengajian, ada sorban beredar di tengah-tengah jamaah. Sorban itu disorong-sorongkan ke jamaah dan akhirnya sampai juga ke hadapan saya. Ah terlalu, kok sampai pake sedekah segala. Memancing gengsi, ini kalo nggak ngasih malu, kalo ngasih saya kan masih kesulitan. Terpaksa deh, 300 ribu dari 400 ribu yang ada di dompet saya keluarkan.

Sungguh, sampai saya pulang, rasanya ada yang mengganjal di hati. Mulut saya tak henti-hentinya protes dalam hati. Ustadz apaan sih itu, saya merasa dibodohi. Waktu berlalu namun ternyata, hitungan matematika Allah terus berjalan. Dua bulan kemudian, Masya Allah! Saya dapat proyek senilai Rp 1,6 miliar di bidang konsultasi Manajemen SDM.

Dan luar biasanya, itu bukan proyek yang terakhir. Sekarang saya sedang mengejakan proyek konsultan di 34 rumah sakit Pemerintah di seluruh Indonesia. Ternyata inilah rahasia matematika sedekah dari Allah swt. Dan yang lebih penting, kita tidak boleh picik memandang bahwa rizki itu hanya berupa kekayaan harta saja. Kesehatan, keselamatan, ketenangan dan kebahagiaan juga merupakan bagian dari rizki Allah swt. Dan selama ini, itulah yang saya rasakan.     

Alangkah banyak kenikmatan yang saya dapatkan. Yang jika saya renungkan, saya menyimpulkan itu dari efek sedekah yang pernah saya keluarkan dahulu. Dalam pekerjaan pun sebagai seorang konsultan saya merasa dimudahkan. Saya ini orang kuno. Orang bilang untuk sukses bisnis, harus membangun networking, tetapi jujur sebenarnya jaringan saya terbatas. Orang bilang kita harus punya effort yang tinggi, nyatanya saya merasa tak punya effort yang baik. Tapi sekarang, dalam waktu begitu cepat, saya banyak dikenalkan dengan orang-orang penentu kebijakan di perusahaan-perusahaan besar besar, swasta maupun pemerintah.

Saya lantas teringat dengan ayat Allah, 'Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?' Saya menyerah, semua ini karena kemurahan Allah bagi hamba-Nya, yang mau percaya kepada-Nya.

Bersedekah itu soal ikhlas hati. Betapa susahnya menjaga hal yang satu ini. Maka saya lebih suka menyuruh keponakan saya untuk untuk mengambil uang di ATM dan terserah mau diinfakkan ke mana. Dan saya tidak perlu tahu berapa sisa yang ada di ATM setelah diinfakkan.

Saya juga kadang kasihan melihat pedagang-pedagang kecil di pingir jalan. Pernah, saya coba tawar-menawar dengan seorang pedagang kue semprong, saya beli semua dagangannya. Tapi ketika membayar, kadang tidak tega untuk membayar pas. Maka saya lebihkan, Saya berharap ia mendapat kebahagiaan mendapat untung lebih tanpa harus merasa disedekahi.


Keajaiban sedekah ini merupakan testimoni dari Erni Pratiwi (Konsultan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar